Baru-baru ini aku dikejutkan dengan berita duka meninggalnya presenter favorit
Nira Stania. Ya, dia termasuk presenter favorit kami, aku dan suami. Kabar duka
ini mengejutkan kami karena dia meninggal pada usia yang masih muda, yaitu 38
tahun akibat penyakit kanker payudara.
Aku langsung serching di internet, bagaimana perjalanan penyakit kanker ini
pada Nira Stania. Kabarnya kanker payudara yang diderita wanita cantik ini
telah memasuki stadium II. Dan entah kenapa, dia tidak langsung mengambil
langkah kemoterapi, malah memilih pengobatan alternatif yaitu herbal. Meski
kematian adalah hak Allah Swt, terus terang saja aku menyesal dengan pilihan
pengobatan yang diambil Nira stania.
Berbicara tentang penyakit kanker yang satu ini, seharusnya sebagai wanita,
kita diwajibkan mengetahui apa dan bagaimana gejalanya. Kalau perlu lakukan
SARARI. Yaitu perikSA payudaRA sendiRI. Cara ini telah aku lakukan sejak usia
muda dan Alhamdulillah, mampu mendeteksi gejalan kanker sejak dini.
Saat itu aku sudah bekerja, namun belum menikah. Usiaku 22 tahun. Ketika usai
menstruasi, seperti biasa aku selalu memeriksa payudara dengan cara meraba dan
bergerak searah jarum jam. Payudara kanan terlebih dulu, kemudian yang kiri.
Astaghfirullah....jemari tangan kiriku meraba seperti ada benjolan kecil di
samping payudara kanan dekat dengan ketiak.
Aku menatap cermin dengan perasaan cemas. Sekali lagi aku melakukan SARARI
untuk meyakinkan diri. Tapi, benjolan itu tetap ada di sana. Tiba-tiba benjolan
itu terasa nyeri. Ahh...apakah selama ini aku mengabaikan nyeri di sisi
payudara kananku? Entahlah, aku tak bisa mengingatnya.
Saat itu belum ada yang namanya internet di bumi tempatku berpijak. Aku hanya
tahu dari majalah-majalah yang pernah aku lahap, bahwa benjolan itu bisa jadi
gejala kanker. Sesudah merasa yakin adanya benjolan, perasaanku tak karuan.
Terus terang, segala pemikiran negatif bermunculan di otakku. Apakah kanker ini
tergolong kanker ganas? Apakah ada obat untuk jenis kanker yang aku derita?
Apakah usiaku hanya sampai di sini? Ya Tuhan, aku masih ingin berumur panjang.
Aku bahkan belum menikah dan memiliki tiga anak seperti yang selama ini menjadi
cita-citaku.
Terus terang, untuk berbagi dugaanku tentang benjolan di payudara dengan ibuku
adalah hal yang haram. Ibuku termasuk wanita lemah untuk urusan perasaan. Aku
tak ingin membuat cemas beliau. Meski aku sering curhat bebas dengan bapak, aku
juga tak ingin membebani beliau dengan ceritaku.
Akhirnya, aku cerita pada seseorang yang sangat dekat denganku. Saat ini dia
adalah mantan pacarku alias suami. Padanya, aku bisa bebas bercerita tentang
apa saja. Tak ada yang dirahasiakan. Ternyata pilihanku tepat. Mas Ar malah
bercerita bahwa ibunya tengah berjuang melawan penyakit kanker payudara. Aku
pun diajaknya menemui sang bunda (sekarang tentu saja menjadi ibu mertuaku)
Saat itu beliau memilih kemoterapi di rumah sakit khusus kanker di Salatiga.
Penyakit kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium III. Tapi karena
ketelatenan, doa yang terus dipanjatkan dari seluruh keluarga dan semangat
untuk sembuh, Alhamdulillah beliau bisa sembuh dan bebas dari penyakit ini.
Berkat cerita beliau, aku pun memberanikan diri memeriksa benjolan di payudara
ke sebuah rumah sakit di Semarang. Tentu saja Mas Ar yang mengantarku, hingga
aku berani berjuang melawan penyakit ini. Setelah melalui serangkaian
pemeriksaan yang aku jalani dengan berbagai macam perasaan, malu, takut dan
ingin menangis, akhirnya aku mengetahui hasilnya.
Ternyata, benjolan itu bukan kanker. Namun bisa saja berubah seiring waktu
menjadi tumor. Perjalanan waktu pula yang akan menjadikan benjolan itu berubah
menjadi tumor jinak ataukah ganas. Beruntung, aku selalu rajin melakukan
SARARI. Hingga aku bisa mendeteksi sendiri gejala kanker dan bisa dicegah
dengan pengobatan yang lebih mudah.
Akhirnya aku hanya mendapat dua macam obat. Untuk pereda nyeri dan mengecilkan
ukuran benjolan yang ada di payudara kananku. Namun yang masih membuat aku
cemas adalah, meski nyeri sudah hilang, benjolan itu masih tetap bercokol
nyaman di payudara. Aku pun lagi-lagi curhat pada Mas Ar, yang dengan setia
selalu mendengar setiap keluh kesahku.
Dia pun bercerita pada sang bunda. Yang akhirnya bermuara dengan memberikan
obat herbal untukku, yaitu ramuan benalu teh yang bisa dibeli di toko penjual
jamu. Dengan petunjuk dari CAMER, aku merebus tiga jumput benalu teh dalam
wadah yang terbuat dari tanah liat. Setelah cukup dingin, air rebusan itu
aku saring dan aku minum sehari dua kali. Tak butuh waktu lama, hanya seminggu,
benjolan itu lenyap.
Aku bersyukur pada Allah Swt. Penyakit itu diangkatNYA dari tubuhku. Hingga
detik ini, aku masih setia menjalani SARARI. Deteksi dini yang sangat penting
dilakukan oleh para wanita agar bisa mengetahui lebih awal bila terkena
penyakit kanker payudara. Pemeriksaan yang murah, tak perlu keluar rumah dan
aman.
Tulisan Mbak Hidayah Sulistyowati